Etika Profesi - Peraturan dan Regulasi : UU No. 36 tentang Telekomunikasi

uu, undang-undang, telekomunikasi, peraturan, regulasi

Latar Belakang

Seiring perkembangannya zaman dalam telekomunikasi yang semakin canggih kita diharuskan untuk mengeikuti perkembangan teknologi tersebut agar tidak tertinggal dan semakin mudah untuk diakses baik melalui media mobile ataupun desktop. Untuk dapat terhindar dari segala bentuk tindakan kriminal maka dibuat suatu undang-undang dimana berfungsi sebagai pedoman dari kegiatan yang harus ditaati, apabila melanggar sangsi yang diterima berlaku bagi yang melanggar. Maka dibuat suatu Undang-Undang No. 36 tentang telekomunikasi dengan informasi yang ada didalamnya.

Batasan Masalah

Membahas mengenai UU No. 36 tentang telekomunikasi khususnya untuk dapat memberikan petunjuk mengenai apa saja informasi yang terdapat pada UU ini dan mematuhinya melalui tndakan yang benar agar terhindar dari sangsi dan hukuman yang berlaku dalam hidup atau tindakan sehari-hari.

Tujuan Penulisan

  • Mengetahui apa itu Telekomunkasi
  • Mempelajari pengertian Telekomunkasi
  • Mengetahui UU No. 36 tentang Telekomunikasi
  • Mempelajari asas dan tujuan Telekomunikasi
  • Mempelajari penyidik, sanksi administrasi dan ketentuan pidana terhadap telekomunikasi

Landasan Teori

Pengertian Telekomunikasi
Telekomunikasi ialah suatu tehnik untuk menyampaikan atau mengirim sebuah informasi. Bentuk komunikasi jarak jauh yang menggunakan sinyal telekomunikasi ini dibagi menjadi 3 Bagian. yaitu
  1. Komunikasi 1 Arah atau dalam artian komunikasi Simplex. Komunikasi jenis ini hanya bisa mengirim tanpa bisa menerima, contohnya alat elektroniknya ialah TV dan Radio.
  2. Komunikasi 2 Arah Atau dalam artian komunikasi Duplex. Komunikasi duplex ini dapat mengirim dan menerima sebuah informasi dan juga dapat berkomunikasi menggunakan alat elektronik yang sama, contohnya ialah Telepon dan VOIP.
  3. Komunikasi Semi 2 Arah atau juga dalam artian disebut komunikasi Half Duplex. didalam komunikasi jenis ini juga dapat mengirim dan menerima informasi berkomunikasi , tetapi tidak berbarengan , melainkan bergantian . contohnya handytalky, chatroom dan FAX

Asas dan Tujuan Telekomunikasi
Asas dan Tujuan Telekomunikasi dapat tertuang dalam bab 2 dengan pasal sebagai berikut :
  • Pasal 2 : Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
  • Pasal 3 : Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Baca juga :

Penyidikan
Penyidikan dapat tertuang dalam bab 5 dengan pasal sebagai berikut :
Pasal 44 :
1. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
  • melakukan pemeriksaan atas kebenaran Iaporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  • melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  • menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;.
  • memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
  • melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  • menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  • menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  • meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan .
  • mengadakan penghentian penyidikan.
3. Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diiaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Sanksi Administrasi
Sangsi Administrasi dapat tertuang dalam bab 6 dengan pasal sebagai berikut :
  • Pasal 45 : Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
  • Pasal 46 :
  1. Sanksi admiriistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
  2. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.

Ketentuan Pidana
Ketentuan Pidana dapat tertuang dalam bab 7 dengan pasal sebagai berikut :
  • Pasal 47 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
  • Pasal 48 : Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  • Pasal 49 : Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  • Pasal 50 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
  • Pasal 51 : Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  • Pasal 52 : Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  • Pasal 53 : 
  1. Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  2. Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling Iama 15 (lima belas) tahun.
  • Pasal 54 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  • Pasal 55 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
  • Pasal 56 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
  • Pasal 57 : Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  • Pasal 58 : Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Pasal 59 : Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.


Studi Kasus

Dalam kasus ini yang menjadi tema utama yaitu ICT Outlook 2012, beberapa variable diperlukan dalam menggunakan model  “pohon keputusan” tersebut antara lain ARPU operator dan  revenue OTT dan teledensitas [1] , perkembangan teknologi  serta regulasi. Ketiga variabel tersebut apabila diimplementasikan ke dalam “pohon keputusan” akan menghasilkan skema berikut

Hasil dari penggunaan “pohon keputusan” diketahui bahwa terjadi market failure dan goverment failure di mana saran yang sesuai adalah menemukan kebijakan yang unggul dan membandingkan cost dari implementasi kebijakan tersebut terhadap market failure. Indikasi dari market failure terlihat dari ARPU operator yang kian menurun. Hal ini berbanding  terbalik dengan peningkatan teledensitas dan revenue bisnis OTT yang terus terjadi. Sementara itu, pemerintah juga turut serta memberikan warna terhadap fenomena  market failure. Government   failure yang terjadi disebabkan oleh kegagalan pemerintah dalam  mengantipasi perkembangan teknologi.

Perkembangan teknologi, seperti  teknologi IMS, dapat  merubah  model bisnis telekomunikasi secara keseluruhan. Sebagai contoh, sebuah pelanggan dapat membeli atau menyewa infrastruktur dari sebuah penyelenggara dan berlangganan sebuah atau beberapa layanan kepada penyelenggara lainnya. Hal ini tentunya dapat menyebabkan  model bisnis yang tadinya berupa  intergrasi  vertikal, dimana  penyelenggara menguasai bisnis dari hulu ke hilir, berubah menjadi integrasi horisontal untuk mereduksi CAPEX dan TCO serta mengoptimalisasi OPEX sehingga penyeleng gara dapat bersaing dalam sistem kompetisi penuh. Selain disebabkan oleh market failure, kegagalan regulasi dalam mengadopsi perubahan model bisnis juga menjadi sebab utama dalam perma salahan ini. UU  No.  36  Tahun  1999  gagal mendefinisikan dengan jelas batasan dan jenis jasa telekomunikasi sehingga banyak bisnis OTT yang menjamur dengan menumpang “secara gratis” kepada pelenggara jaringan telekomunikasi.

Kesimpulan

Dalam  laporan  awal ini disampaikan  sebuah  kesimpulan,  yaitu terjadi perulangan  fenomena antara  yang terjadi  di  jaman  UU  No.  3  Tahun  1989  dan  UU  No.  36 Tahun 1999  yaitu ketidakmampuan regulasi dalam mengadopsi  perkembangan teknologi dan pergeseran  model bisnis telekomunikasi.

Source :

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Etika Profesi - Peraturan dan Regulasi : UU No. 36 tentang Telekomunikasi"

Post a Comment